Hadirilah !! Pemerintah Desa Seketi Balongbendo, Sidoarjo Gebyar Acara Ruwah Desa dimeriahkan Oleh Pagelaran Wayang Kulit

Sidoarjo,Mediarepublikjatim.com-Pemerintah Desa Seketi Balongbendo, Sidoarjo adakan gelar acara Ruwah Desa dengan dimeriahkan Pegelaran Wayang Kulit, Ki Dalang Teguh Sutrisno pada Hari Minggu 23 Februari 2025."Acara tersebut, dimuali dari siang pukul 13.00 Wib, yang ditempatkan di Situs Guo dan Makam Mbah Prabu Joko. Kemudian, dilanjutkan pada malam harinya di Balai Desa Seketi Pukul 20.00 Wib hingga selesai acara.

Kegiatan yang sangat mulai ini menarik kegembiraan demi menjalin kebersamaan terhadap Warga Seketi yang sudah kompak dan sepakat bersama didalam menggelar acara kegiatan tersebut.

Memperingati Ruwah Desa atau bisa dikatakan Sedekah Bumi mengingat kepada leluhur dulu yakni, dengan diselenggarakan gebyar acara oleh swadaya masyarakat yang menjadi bukti nyata betapa rasa kebersamaan dan semangat gotong royong dimiliki Warga Desa Seketi. Dengan partisipasi aktif dari berbagai lapisan masyarakat, pastinya acara tersebut akan menciptakan suasana yang penuh kehangatan dan kebangkitan semangat komunitas.

Sebagai puncak dari perayaan yang akan hadir pagelaran Wayang Kulit menjadi pilihan sangat tepat karena menampilkan seni pertunjukan yang tidak hanya menghibur tetapi juga mendidik dan mengunggah kesadaran kolektif dengan pentingnya menghormati tradisi.

Wayang Kulit adalah bentuk tradisional dari kesenian wayang yang aslinya ditemukan dalam budaya Jawa Bali, Indonesia dikenal sebagai salahsatu budaya paling kaya, menghadirkan cermat lelakon yang dipilih guna memeriahkan acara tersebut."Seperti contoh, bisa mengandung nilai-nilai kearifan lokal untuk mengetahui perjalanan hidup didunia yang mempererat sifat kebersamaan dengan sesama umat Manusia.

Dalam kepercayaan dan sastra Jawa, wayang kulit diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga yang merupakan sebagai anggota Wali Songo dan merupakan keturunan Bangsawan Ponorogo, Arya Wiraraja. Kanjeng Sunan Kalijaga melihat masyarakat Indonesia terutama masyarakat suku Jawa yang menggemari pertunjukan Wayang Beber, dalam Islam melukis diatas kertas dianggap Haram (dilarang), 

Maka dari itu Kanjeng Sunan Kalijaga memodifikasi bahan material dari karakter Wayang yang semula-mula terbuat dari Daluang (kertas Ponoragan) dan diganti menggunakan bahan dasar Kulit sapi, atau kerbau. Selain itu juga, wayang kulit digunakan sebagai syiar agama Islam jalur budaya tradisional. Sunan Kalijaga juga menambahkan karakter-karakter baru seperti punakawan yang terdiri atas Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng.

Seni perwayangan, khususnya wayang, diperkirakan sudah lahir di Indonesia pada zaman pemerintahan Airlangga, yang memerintah kerajaan Kahuripan (976-1012). Karya sastra Jawa yang menjadi sumber cerita wayang sudah ditulis oleh pujangga Indonesia pada Abad 10, seperti kitab Ramayana kakawin berbahasa Jawa Kuno yang ditulis pada masa pemerintahan Raja Dyah Balitung (989-910). Kitab ini disinyalir merupakan gubahan dari kitab Ramayana karangan pujangga India, Walmiki. Para puangga tidak lagi hanya menyadur kitab-kitab dari mancanegara tetapi sudah mengubah dan membuat karya sastra dengan falsafah Jawa. 

"Wayang kulit mulai di pertontonkan zaman pemerintahan Airlangga. Hal ini bisa dilihat dari beberapa prasasti yang dibuat pada masa itu, yang menyebutkan kata-kata mawayang dan aringgit yang sudah ada menunjuk pada pertunjukan wayang yang dimaksud di sini adalah wayang kulit. Dengan demikian kesenian wayang kulit sudah ada sejak zaman Airlangga dan masih berlangsung sampai saat ini.

Wayang berasal dari kata "Ma Hyang" yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna "bayangan", hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang kelir atau hanya bayangannya saja. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. 

"Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.

Secara umum wayang mengambil cerita dari naskah Mahabharata dan Ramayana, tetapi tak dibatasi hanya dengan pakem (standard) tersebut, ki dalang bisa juga memainkan lakon carangan (gubahan). Beberapa cerita diambil dari cerita Panji, maupun kisah Rohani dari agama Islam, Kristen, Hindu, Budha.

Pertunjukan wayang kulit telah diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi dan warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity). Wayang kulit lebih populer di Jawa bagian tengah dan timur, sedangkan wayang golek lebih sering dimainkan di Jawa Barat.(Msd/Limbat)